Noise Architecture

Noise Architecture is the dynamic oral literature of Java Street—Jember from the pre-reformation to the contemporary era.

This interdisciplinary work elaborates:

– oral literature

– archives market

– site specific performance

– documentary performance

– participatory architecture

Performer:

– Pak Ali (Elder of Jawa VII)

– Pak Jalal / Pak Teng-teng (Elder of Jawa VI)

– Pak Busar (Coordinator of Jalan Jawa street food association)

– Pak Samson (Parking attendant from the Transportation Department)

– Pak Johan (Gorengan seller at SMA 2)

– Bang Andi Azis (private parking attendant)

– Bang Ali (private parking attendant)

– Female Seller of Warung Lesehan

Team:

– Abi Muhammad Latif (Producer and Director)

– Dayu Prisma (Project Manager)

– Putra Yuda (Researcher and Artistic Designer)

– Aditya Prasta (Researcher, Lighting and Sound Designer)

– Ahmad Ulul Arham (Performer and Audience Coordinator)

– Fajar Dwi J (Lighting and Sound Team)

– Bangkit Adi (Artistic Team)

– Adib Mbah (Artistic Team)

– Jody (Coordinator Assistant of Performer and Audience)

– Muhammad Rosyid (Video Documentation)

Performance Observer:

– Dr. Ikwan Setiawan, S.S., M.A.

– Dwi Pranoto

Supported by the Indonesian Ministry of Education, Culture, Research, and Technology, Jakarta Arts Council Literature Committee, Jakarta International Literary Festival 2022, and Jember University.

a no sneeze warrant

A most crisis situation in a country during a pandemic. Where state authority is abused to accelerate the end of the plague (and society). The country has no more funds to deal with the plague, so they can only sell a dream: 2000 selected people will be sent all over the country to become the country’s saviours.

Text & Directing : Abi Muhammad Latif

Actor : Dayu Prisma

This work was selected as the eight best monologues of Jejak Virtual Aktor.

Supported by the Ministry of Education and Culture of the Republic of Indonesia

Talking with my-selves​

Talking with my-selves is a performance that is in the universe of power and identity issues. the performance that borrows the participatory-interrogative working mode, plays with the possibilities of presentation, representation, and those in between.

we invite several participants to input their personal data in the identity input space. the performer interacts with the plural self (performer and participant) as an attempt to reconsider issues that are singular and original, that bind and are unionized.

Working Team

Project Manager &  Performer : Dayu Prisma

Text dan Director : Abi Muhammad Latif

Publication : Andina R. I

Technical Team : Andina R. I, Sri Widodo, Elle, Firda

August 8, 2020

at Hore Kopi dan Apresiasi, Banyuwangi

Funded by Prita Kemal Gani

Supported by IDEAL, Hore Kopi dan Apresiasi

xati/xuicide​

xati/xuicide is the third chapter after Suicide Demonstration (Lintas Media, Teater Kecil, Jakarta) and #bluewhalechallenge (Cabaret Chairil, Teater Garasi, Yogyakarta). in this chapter, we requestion the current suicide phenomenon through sati/mesatya/pati obong that happened on October 13, 1691 in the Kingdom of Blambangan. 270 of the 400 wives of Tawang Alun were offered themselves to the death of the king. we propose sati as a redefinition system of the principle of suicide.

Director and Performer: Abi Muhammad Latif

Performer: Dayu Prisma

Suddenly Kingdom

Suddenly Kingdom

Rusmini adalah salah satu contoh TKW yang berangkat sebelum era reformasi Indonesia. Meski hanya lulusan SMP, ia memiliki kegigihan belajar bahasa Inggris sehingga berhasil menjadi TKW di Brunei Darussalam sampai Inggris!
Rusmini bekerja sebagai pekerja domestik di rumah salah satu staff kerajaan Brunei Darussalam. Ia bekerja di rumah mewah bersama 4 pekerja domestik dari berbagai negara lainnya. Rumah dengan 2 ruang makan dan bias-bias kultur kerajaan, membuat Rusmini memahami table manner. Tak jarang ia mendapatkan social privilege dan kesempatan mengikuti pesta di istana kerajaan Brunei.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan beberapa kali, kami melihat obsesi Rusmini yang besar terhadap negara-negara maju. Keinginan dia kembali ke luar negeri terutama Yunani, Jerman, dan Inggris kuat sekali. Hanya saja dia belum memutuskan untuk berangkat karena terhambat oleh izin suaminya.
Obsesi Rusmini muncul dalam narasi tentang lifestyle – fashion, pop culture, dan kesejahteraan kota. Untuk merespons hasratnya atas modernisasi, kami memilih dramaturgi gameshow dadakan dalam performance ini.

Penebusan Dosa: Menjinakkan Anjing liar

Penebusan Dosa: Menjinakkan Anjing Liar

Ponikem pernah menjadi pekerja domestik migran di Hongkong. Narasi performance akan berangkat dari kisah Ponikem saat bekerja di rumah majikan yang memiliki 4 anjing dan 9 kucing. Majikan Ponikem, sepasang suami istri memilih tidak memiliki anak, tetapi hewan peliharaan. Mereka merawat anjing dengan cara teratur dan biaya yang mahal.
Pada saat pertama kali bekerja, majikan kaget karena anjingnya langsung jinak dengan Ponikem. Hal ini dilatari oleh suami Ponikem yang memiliki kurang lebih 10 anjing liar di rumahnya. Saat suami pergi ke hutan, anjing-anjing seperti bodyguardnya. Sehingga Ponikem terbiasa melihat dan mengurus anjing – meskipun itu anjing liar dan tanpa cara merawat yang mahal.
Singkat cerita, anjing-anjing di rumah Ponikem dibunuh dan dijual oleh suaminya ke rumah makan anjing. Pada era itu (awal tahun 2000), 1 anjing dihargai 100 ribu rupiah oleh rumah makan.
Performance berangkat dari sudut pandang anak Ponikem yang ingin menebus dosa ayahnya karena telah membunuh dan menjual anjing liar di masa lalu. Dia dan ibunya berupaya menjinakkan anjing liar di area Klampisan – memberi makan dan minum, memandikan, hingga mengajak bermain berdasarkan pengetahuan yang dimiliki Ponikem dari pengalamannya merawat anjing majikan. Performance ini meminjam pendekatan reality show dengan motif menyelesaikan task penebusan dosa.

Dancing Kokom

Dancing Kokom

Siti Komariah (Kokom) adalah salah satu TKW muda Klampisan yang pernah bekerja di Taiwan. Dia termasuk pekerja migran perempuan Indonesia yang cukup berani melapor ke agensi dan meminta keluar jika medapatkan hal tidak sesuai (perlakuan dan pekerjaan) dari majikan. Bahkan, ia sampai pada tahap mengajukan hari libur tambahan, dan itu disetujui majikan karena kerja Kokom yang cakap.
Ia pernah mengurus seorang nenek yang gaul dan modis. Hubungan Kokom dengan nenek seperti sahabat tanpa urat malu. Mereka bisa saling bertukar pakaian untuk selfie, merias wajah, wisata kuliner, dan joget DJ Remix bersama.
Setiap pagi, Kokom harus mengantar nenek terapi ke rumah sakit. Namun beberapa kali usai terapi, Nenek menyuruh Kokom naik kursi roda dan nenek yang mendorongnya. Momen keakraban mereka terdokumentasikan di facebook Kokom.
Site-specific performance ini dibangun dengan memindahkan beberapa ingatan dan kenangan kemudian dipantulkan dengan kenyataan Kokom hari ini – yang telah bersuami dan memiliki anak serta tinggal di rumah milik bos meuble tempat suaminya bekerja.
Bagaimana tubuh mantan “diva” Taiwan dipertemukan dengan ruang workshop meuble?

Testimoni Arsip

Testimoni Arsip

Mak Mi, merupakan mertua Titik yang bekerja sebagai TKW di Singapura selama kurang lebih 10 tahun. Mak Mi datang ke Singapura dan langsung dipekerjakan mengurus Haziq, anak majikan berusia 2 bulan yang cacat fisik sejak lahir.
Fase awal bekerja adalah masa yang berat buat Mak Mi. Ia sering diperlakukan kasar oleh majikan perempuan. Makanan sehari-harinya adalah umpatan yang dilontarkan majikan, “stupid dangdang!”
Kemampuan dan kesabaran Mak Mi dalam mengasuh, dibuktikan dengan kesetiaannya merawat dan menemani serangkaian operasi bibir dan rahang Haziq. Mak Mi mengasuhnya sampai ia berusia 10 tahun. Merawat Haziq selama itu, membuat 3 kain jarik betul-betul rusak. Banyak momen terkenang yang diabadikan melalui foto, pakaian, dan ingatan.
Studio Klampisan mengemas performance ini dengan dramaturgi tur arsip, benda, dan ingatan. Tur diperlakukan sebagai jembatan: masa lalu dan hari ini; Haziq, suami Mak Mi, dan cucu Mak Mi; dalam narasi kesetiaan dan kesabaran Mak Mi atas seseorang yang dicintainya.

Kendurenan Bubur Ayam Akong

Video 360

Kendurenan Bubur Ayam Akong

Sumarnik, seorang single parent yang ditinggal suaminya ke Malaysia. Ia bersikeras menjadi TKW agar bisa membeli rumah dan menghidupi anak-anaknya.
Selama 8 tahun bekerja di Singapura, Sumarnik sempat merawat seorang kakek tua yang uzur dan demensia. Ia biasa memanggilnya Akong. Ada hubungan cinta-benci yang aneh antara Sumarnik dan Akong.
Akong seringkali memukulinya. Tetapi tak berapa lama, ia meminta maaf sambil membelai rambut Sumarnik. Akong tidak ingin Sumarnik meninggalkannya.
Sumarnik menganggap Akong seperti orang tuanya sendiri. Ia bercerita bahwa makanan favorit Akong adalah bubur ayam. Akong dan bubur ayam adalah kenangan atas hubungan cinta-benci yang terus melekat dalam ingatan Sumarnik setelah ia pulang dan membeli rumah di Klampisan.
Performance menggunakan dramaturgi kendurenan dengan serangkaian jukstaposisi; menu makanan kendurenan menjadi bubur ayam Akong, pranatacara membuka kendurenan dengan narasi tentang Sumarnik dan Akong, serta pembacaan doa dalam kendurenan menjadi pembacaan responsi publik Klampisan tentang narasi Sumarnik dan Akong.